Bandung (ANTARA) – Gabungan perusahaan BUMN di bidang pertahanan, Defense Industry Indonesia (Defend ID), mengakui bahwa perang di beberapa bagian dunia memang membuka peluang bagi bisnis, namun juga membawa sejumlah tantangan seperti terganggunya rantai pasok global yang dapat menghambat produksi. Direktur Utama Defend ID, yang juga merupakan Direktur Utama PT Len Industri, Bobby Rasyidin, menyatakan bahwa perang dan konflik bersenjata di beberapa wilayah dunia berdampak pada peningkatan anggaran pertahanan sejumlah negara dari rata-rata dua persen menjadi tiga persen.
“Ibu merupakan peluang yang sangat besar bagi Defend ID untuk mengembangkan pasar globalnya. Itu adalah kesempatannya. Namun tantangannya bagi kami adalah terganggunya rantai pasok dunia,” ujarnya saat konferensi pers dalam peringatan HUT Ke-2 Defend ID di Kantor Pusat PT Pindad, Bandung, Jawa Barat, pada hari Sabtu.
Dia menjelaskan bahwa terganggunya rantai pasok akibat konflik juga berdampak pada peningkatan biaya logistik. “Konflik di Laut Merah menyebabkan biaya logistik menjadi tinggi. Komponen yang sebelumnya kami impor dari Eropa melalui Terusan Suez sekarang harus berputar,” katanya.
Genosida dan serangan bersenjata yang terus dilakukan oleh militer Israel ke Gaza memicu aksi balasan dari kelompok paramiliter seperti Houthi di Yaman yang menargetkan kapal di Laut Merah yang terhubung dengan Israel atau militer Israel. Selain itu, konflik juga membuat banyak negara berhati-hati, misalnya Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, mempertahankan suku bunga dalam waktu cukup lama. “Hal ini mengakibatkan biaya komponen, material, dan produksi juga akan terdampak,” katanya.
Dia mengatakan bahwa situasi ini sulit dihindari oleh industri pertahanan dalam negeri, termasuk Defend ID, karena sebagian besar bahan baku masih diimpor dari luar negeri. “Bahan baku kami masih diimpor. Seperti di Pindad, mesin masih kami impor. Di PT PAL, mesin dan beberapa jenis baja masih impor. Sedangkan di PT DI, bahan komposit untuk mesin pesawat terbang kami masih impor. Jadi, ketergantungan kami terhadap jejaring pasokan global dalam komponen ini masih tinggi. Ini merupakan tantangan bagi Defend ID untuk mengurangi tingkat ketergantungan tersebut,” ujarnya.
Dia melanjutkan bahwa saat ini, rata-rata konten dalam negeri bagi barang-barang milik dalam negeri masih sekitar 40 persen. Dia berharap dalam 2-3 tahun ke depan, tingkat konten dalam negeri tersebut dapat meningkat hingga 55 persen. “Tentu saja akan kami tingkatkan seiring dengan penguasaan teknologi dan peningkatan kapasitas produksi,” tambahnya.
Defend ID, sebuah perusahaan gabungan BUMN di bidang pertahanan, mencakup PT Len Industri sebagai perusahaan induk yang mengontrol PT Pindad (Persero), PT PAL Indonesia, PT Dirgantara Indonesia, dan PT Dahana. Perusahaan induk ini diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 20 April 2022. Defend ID merayakan HUT ke-2 secara bersama di Bandung dengan menyelenggarakan berbagai acara hiburan, pertunjukan musik, bazar kuliner, dan berbagai kegiatan lainnya. Selain itu, dalam rangka perayaan HUT-nya, Defend ID juga menyelenggarakan kegiatan sosial dan turnamen olahraga.
“Pelaksanaan HUT tahun ini adalah wujud kolaborasi antara anggota Defend ID. Hal ini tercermin dari peran aktif direksi hingga karyawan di seluruh entitas,” kata Wakil Direktur Utama PT Pindad, Syaifuddin, yang juga menjabat sebagai ketua Panitia HUT ke-2 Defend ID, dalam acara perayaan HUT di Bandung.
Seluruh direktur utama yang terlibat dalam perusahaan gabungan Defend ID hadir dalam acara tersebut. Selain Rasyidin, ada juga Direktur Utama PT DI, Gita Amperiawan, Direktur Utama PT Pindad, Abraham Mose, Direktur Utama PT PAL Indonesia, Kaharuddin Djenod, dan Direktur Utama PT Dahana, Wildan Widarman.