Ratusan sopir truk dari berbagai daerah, termasuk Jawa Tengah dan Jawa Timur, melakukan aksi demonstrasi menolak kebijakan Over Dimension Over Loading (ODOL). Mereka mengecam kebijakan yang dinilai memberatkan para pengemudi dan pengusaha angkutan barang yang bergantung pada kendaraan diluar ketentuan. Aksi protes ini terjadi di sejumlah titik strategis seperti Tol Palimanan (Cirebon), Surabaya, Kudus, Bandung, dan wilayah lainnya dari tanggal 19-20 Juni 2025. Aksi ini diperpanjang hingga hari ini, Senin (23/6), karena belum ada respons konkret dari pemerintah terkait dengan tuntutan mereka.
ODOL adalah kependekan dari Over Dimension and Over Loading, yang mengacu pada pengoperasian truk melebihi batas dimensi fisik dan kapasitas muatan yang telah ditentukan. Hal ini dilakukan demi efisiensi biaya logistik namun membahayakan keamanan jalan dan infrastruktur. Para sopir truk melakukan demonstrasi karena merasa terancam oleh ancaman pidana dan beban operasional yang berat.
Tuntutan utama para sopir truk dalam aksi demonstrasi antara lain adalah revisi Pasal 277 UU No. 22/2009 agar tanggung jawab penerapan ODOL melibatkan pemilik dan pengguna jasa, penghentian kriminalisasi sopir, dan penetapan tarif minimum logistik. Mereka juga menuntut perlindungan hukum, pemberantasan premanisme dan pungli, serta kesetaraan perlakuan hukum. Meskipun pemerintah sedang menyusun Peraturan Presiden terkait kebijakan “Zero ODOL” yang akan berlaku pada 2026, belum ada kepastian mengenai revisi Undang-Undang, penyesuaian tarif angkutan, dan jaminan perlindungan hukum bagi para sopir truk.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan terus mendorong penegakan aturan ODOL karena dianggap penting untuk menjaga keselamatan pengguna jalan dan melindungi infrastruktur dari kerusakan akibat truk yang melebihi batas muatan dan dimensi. Para sopir truk bersikeras untuk diperlakukan secara adil, tanpa diskriminasi, dan meminta perlindungan hukum yang jelas dalam menghadapi perubahan aturan terkait ODOL.