Kisah menarik dalam kitab Hilyatul Awliya mengisahkan tentang kehilangan baju besi kesayangan Sayidina Ali bin Abi Thalib. Di pasar, Ali menemukan baju besinya dijual oleh seorang pedagang Yahudi. Ali yakin itu baju besinya dan meminta keadilan di Mahkamah Pengadilan. Disidang oleh Syuraih, Yahudi tersebut membantah klaim Ali. Syuraih meminta Ali untuk membawa dua saksi sebagai bukti. Meskipun hanya memanggil seorang saksi, yaitu Hasan, Ali kehilangan kasus karena Hasan tidak diterima sebagai saksi. Ali dengan bijak memilih mengikhlaskan baju besi tersebut tanpa konfrontasi. Yahudi tersebut terkejut dengan sikap Ali dan mengakui bahwa baju besi itu miliknya. Akhirnya, Yahudi tersebut masuk Islam.
Kisah ini menunjukkan kematangan dan bijaksana dalam menyelesaikan masalah tanpa harus memanfaatkan kekuasaan atau opini publik. Dalam era post-truth modern, banyak orang cenderung menggunakan media sosial untuk menggalang dukungan tanpa peduli akan kebenaran, sehingga sering kali muncul berita palsu dan hoaks. Hoaks mempertebal kebohongan dan mereduksi moralitas kejujuran. Meskipun media sosial memiliki manfaat, namun jika digunakan untuk menyebarluaskan hoaks dan berita palsu, hal tersebut bisa mengancam moralitas dan kebenaran dalam masyarakat kita. Ali dan Yahudi dalam kisah tersebut memberikan contoh yang patut dicontoh dalam menyelesaikan konflik dan memperlakukan orang lain dengan baik tanpa memanfaatkan kekuasaan atau opini publik secara negatif.