Fashion telah berkembang menjadi sangat terkait dengan kapitalisme industri, yang awalnya hanya memproduksi komoditas untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Namun, dengan dukungan dari media informasi dan kapitalisme global, fashion menjadi alat bagi kapitalisme untuk memperkuat ketimpangan budaya dan diskriminasi sosial. Pertumbuhan imajinasi sebagai tambahan dari budaya konsumen terlihat dalam tren fashion yang terus berkembang, terutama di kalangan masyarakat perkotaan. Fast fashion awalnya dianggap sebagai model bisnis inovatif dengan manajemen rantai pasokan yang efisien, namun praktik yang menyimpang mulai muncul. Hal ini mendorong munculnya gerakan Slow Fashion sebagai alternatif solusi yang lebih berkelanjutan.
Dampak fast fashion terutama terasa pada Generasi Z, yang terpengaruh oleh tekanan sosial dan kebutuhan untuk selalu mengikuti tren mode. Pendekatan yang lebih bertanggung jawab terhadap fashion dapat dilakukan dengan mempertimbangkan sejumlah hal, seperti memprioritaskan kualitas daripada kuantitas, memilih pakaian bekas, memilih gaya yang bertahan lama, dan mendukung gerakan Slow Fashion. Kesadaran akan dampak fashion terhadap lingkungan dan kesejahteraan mental juga penting untuk dikembangkan di antara konsumen. Dengan demikian, edukasi dan langkah-langkah konkrit diperlukan untuk mengatasi dampak negatif fast fashion, terutama pada Generasi Z yang rentan terhadap kurangnya self esteem.