Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang: Negara Harus Bertanggung Jawab Atas Jatuhnya Korban Jiwa
Usai pertandingan sepak bola antara Arema vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022, tragedi mengerikan terjadi yang menyebabkan korban jiwa dan luka-luka. Hingga Pukul 07.30 WIB, dilaporkan telah terdapat 153 korban jiwa akibat insiden tersebut.
Panitia sebelumnya telah menyarankan agar pertandingan dilakukan pada sore hari untuk mengurangi risiko, namun permintaan mereka tidak diindahkan oleh pihak Liga. Setelah pertandingan selesai, kerusuhan meletus di mana sejumlah suporter masuk ke lapangan dan dihadapi oleh aparat dengan kekerasan. Video yang beredar menunjukkan penggunaan kekuatan berlebihan dengan pemukulan dan tendangan kepada suporter, serta penembakan gas air mata ke tribun penonton.
Penggunaan gas air mata secara tidak tepat memicu desakan massa, sesak nafas, serta kebingungan di tengah pertandingan yang dilangsungkan pada malam hari dan di stadion yang sudah penuh. Emosi terkuras, dan dampaknya memprihatinkan dengan keberadaan korban jiwa yang berjatuhan.
Tindakan aparat yang dianggap melanggar beberapa peraturan, seperti Perkapolri No.16 Tahun 2006, No.01 Tahun 2009, No.08 Tahun 2009, No.08 Tahun 2010, dan No.02 Tahun 2019, merupakan bukti nyata bahwa penanganan terhadap insiden ini tidak sesuai prosedur. FIFA sendiri melarang penggunaan gas air mata dan senjata api di dalam stadion.
Masyarakat menuntut perlakuan aparat yang transparan dan bertanggung jawab. Mengecam kekerasan yang terjadi, mendesak penyelidikan independen atas tragedi ini, serta meminta KAPOLRI dan instansi terkait untuk mengevaluasi peristiwa ini, termasuk menanggapi dugaan pelanggaran HAM yang terjadi. Semua pihak harus bertanggung jawab atas kejadian tragis ini demi keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam insiden di Stadion Kanjuruhan.