Bubur Suro merupakah tradisi yang memiliki akar sejarah yang dalam dalam kebudayaan Islam. Kisahnya dapat ditelusuri melalui kitab-kitab klasik seperti I’anah Thalibin, Badai’ al-Zuhur, dan Nihayatuz Zain. Dikisahkan bahwa saat perahu Nabi Nuh AS berlabuh pada tanggal 10 Muharram, mereka mengalami kelaparan karena bekal yang telah habis. Nabi Nuh pun meminta pengikutnya untuk mengumpulkan sisa makanan yang tersedia, termasuk tujuh jenis biji-bijian seperti gandum, adas, ful, himmash, jelai, dan lainnya. Semua bahan tersebut kemudian dimasak dalam satu wadah dan disantap bersama. Tindakan ini menjadi simbol keberkahan karena dengan sederhana, seluruh penumpang perahu bisa merasa kenyang. Inilah yang menjadi awal mula dari tradisi bubur Asyura. Praktik ini kemudian berkembang menjadi kebiasaan umat Islam di setiap 10 Muharram, dikenal juga di Indonesia sebagai bubur Suro. Kehadiran ritual ini menunjukkan kekayaan sejarah budaya Islam yang tetap dijaga dan dilestarikan hingga saat ini.