Peran HAM dalam Hukum Pidana: Temuan Terbaru

Pembuka artikel kali ini membahas sebuah adagium yang mengatakan bahwa apa yang tertulis akan selalu abadi, berbeda dengan apa yang terdengar yang akan segera terlupakan. Adagium tersebut mencerminkan pentingnya tulisan dalam menyampaikan pesan yang akan memberikan manfaat bagi pembacanya. Saat ini, hukum di Indonesia telah masuk ke dalam era Hukum Modern yang bersifat netral namun belum tentu menghasilkan keputusan yang benar. Konsep interpretasi hukum menjadi kunci dalam proses peradilan, seperti yang diungkapkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) tentang mafia peradilan yang melibatkan berbagai pihak terkait lembaga peradilan.

Beberapa faktor yang menyebabkan praktik mafia peradilan antara lain adalah korupsi dalam penegakan hukum dan lemahnya perlindungan HAM dalam hukum pidana di Indonesia. Selain itu, dalam studi analisis ekonomi terhadap aparat penegak hukum, terungkap bahwa ada kecenderungan penggunaan hukum sebagai alat kejahatan. Hal ini menunjukkan perlunya kontrol dan keberpihakan yang netral dalam proses peradilan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan.

Dalam konteks peradilan pidana, probabilitas untuk tidak menjatuhkan pidana lebih besar daripada menghukum. Namun, pembebasan seseorang dari tuduhan pidana juga dapat menimbulkan kontroversi dan reaksi negatif dari masyarakat. Kontrol terhadap putusan pengadilan menjadi krusial dalam memastikan penegakan hukum yang adil dan netral. Hukum Acara Pidana diperlukan sebagai panduan dalam memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam proses peradilan.

Mengutip penulis, Michael King, yang menekankan pentingnya moral dan integritas aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya. Sebagai penutup, perlu diingat bahwa perspektif netral dan kepatuhan pada prinsip hukum menjadi landasan utama dalam menjaga keadilan dan kemerataan di sistem peradilan pidana. Hal ini menegaskan pentingnya integritas dan keadilan dalam setiap langkah penegakan hukum yang dilakukan.