Mengapa Penting untuk Memisahkan Fungsi Intelijen Domestik dan Luar Negeri?
KBRN, Jakarta: Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Strategis Indonesia (LESPERSSI) Rizal Darma Putra menekankan pentingnya memisahkan fungsi strategis antara intelijen dalam negeri dan luar negeri. Menurutnya, pemisahan ini perlu dilakukan mengingat kompleksitas ancaman yang dihadapi oleh Indonesia saat ini.
“Pemisahan fungsi intelijen luar negeri dan dalam negeri sangat diperlukan. Begitu juga dengan kewenangan penegakan hukum bagi intelijen dalam negeri,” kata Rizal dalam diskusi terbatas mengenai restrukturisasi Badan Intelijen Negara (BIN) di Kampus Universitas Bakrie, Jakarta, Senin (7/10/2024).
Ia juga menggarisbawahi potensi penyalahgunaan kekuasaan yang bisa terjadi di berbagai sektor, termasuk di BIN, karena tidak adanya otoritas yang memiliki wewenang jelas untuk menyelidiki operasi BIN. Rizal juga menambahkan bahwa struktur kelembagaan BIN masih didominasi oleh unsur militer, yang terlalu erat dengan konflik kepentingan politik.
“Rekrutmen sebaiknya dilakukan secara silent recruitment. Bukan hanya didominasi oleh lulusan STIN,” ujarnya.
Di sisi lain, aspek pengawasan menjadi salah satu isu krusial dalam diskusi ini. Rizal menegaskan bahwa tantangan pengawasan terhadap lembaga intelijen, terutama BIN, sangat kompleks.
“Ada tiga bentuk pengawasan yang perlu dilakukan terhadap intelijen, yaitu pengawasan anggaran, operasi, dan regulasi. Namun, di banyak negara, pengawasan terhadap lembaga intelijen selalu mengalami kesulitan,” ucapnya.
Sementara itu, peneliti BRIN Muhammad Haripin menggarisbawahi pentingnya memperkuat BIN sebagai koordinator intelijen nasional, sesuai dengan Undang-Undang Intelijen. Namun, ia menyebutkan bahwa dalam praktiknya, fungsi BIN sebagai koordinator belum optimal.
“Di mana terdapat ego sektoral di antara lembaga-lembaga yang memiliki fungsi intelijen. Penguatan dan penegasan peran BIN sebagai koordinator intelijen sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini,” katanya.
Mengenai pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), Haripin menyatakan bahwa proses rekruitmen dan pendidikan intelijen di Indonesia telah mengalami kemajuan yang signifikan. Namun, ia juga menyoroti bahwa pola pendidikan yang ideal untuk para intelijen masih perlu diformulasikan lebih baik, terutama untuk menghindari politisasi di dalam BIN.
“Pengawasan yang baik harus mampu meminimalisir konflik kepentingan. Dan memperkuat akuntabilitas anggaran BIN,” ujarnya.
Sementara Direktur Riset Indo Pacific Strategic Intelligence Aisha Kusumasomantri menegaskan perlunya penguatan intelijen luar negeri. Terutama dalam menghadapi ancaman dari luar yang semakin kompleks, seperti destabilisasi politik yang dapat mempengaruhi keamanan nasional.
Ia juga mengkritisi pergeseran BIN yang awalnya lebih didominasi oleh kalangan sipil, namun kini didominasi oleh TNI dan Polri. “Intelijen luar negeri harus lebih diperkuat. Karena ancaman eksternal semakin nyata,” ucapnya.
“Struktur dari sembilan deputi di BIN, hanya satu yang outward-looking, sedangkan yang lainnya cenderung inward-looking. Padahal, ancaman yang dihadapi lebih banyak berasal dari luar,” ujarnya.
Sementara itu, Co-Founder ISDS Erik Purnama menambahkan bahwa struktur di BIN saat ini banyak diisi oleh personel militer yang karier mereka sudah stagnan, dan bukan merupakan produk terbaik dari ABRI. Ia juga menyoroti adanya politisasi dalam proses rekruitmen di STIN yang berdampak pada kualitas SDM di BIN.
“Perlu adanya penguatan di bidang SDM, kelembagaan. Dan sistem koordinasi untuk menghadapi tantangan yang ada,” ucapnya.
Selain itu, Ketua Program Studi Ilmu Politik Universitas Bakrie Aditya Batara Gunawan, menyatakan perlunya perubahan orientasi. Agar lebih fokus pada ancaman eksternal dan memperkuat peran sipil dalam intelijen.
Diskusi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam merumuskan pemikiran terkait restrukturisasi dan penguatan lembaga intelijen di Indonesia. Selain itu, diskusi ini juga menjadi salah satu upaya dalam pengembangan kajian intelijen di Program Studi Ilmu Politik Universitas Bakrie.
Sumber: https://rri.co.id/lain-lain/1030792/pakar-nilai-penting-pemisahan-fungsi-intelijen