Devi Safitri menjadi Juara Hapkido di Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut 2024 dalam nomor Daeryun kelas 59-63 kg putri. Keberhasilannya ini adalah hasil dari perjuangannya sebagai seorang atlet. Di masa mudanya, Devi harus menghadapi banyak tantangan berat, termasuk kehilangan kedua orangtuanya. Ayahnya meninggal terlebih dahulu, diikuti oleh ibunya yang sakit dan akhirnya meninggal dunia 100 hari setelah kematian ayahnya.
Devi harus menjalani kehidupan tanpa orangtua dan harus bertanggung jawab atas adiknya yang masih kecil. Untungnya, pamannya memberikan dukungan kepadanya dan adiknya sampai mereka lulus dari SMA. Meskipun demikian, Devi tetap berusaha bekerja untuk membiayai hidupnya sendiri dan adiknya, tanpa memberatkan pamannya.
Devi bekerja keras dengan pekerjaan kasar, seperti mengantre minyak dan mengumpulkan pasir, sambil tetap menjadi atlet. Prinsip untuk tidak memberatkan orang lain tetap dipegang teguh oleh Devi dalam menjalani hidupnya. Dia juga memutuskan untuk beralih dari Taekwondo ke Hapkido setelah dikenalkan oleh pelatihnya.
Setelah mencapai kesuksesan sebagai atlet Hapkido dan meraih juara dunia, Devi mendapat banyak apresiasi, termasuk dari Gubernur Kalimantan Barat yang bahkan memberinya rumah sebagai penghargaan. Keberhasilan Devi sebagai juara Hapkido juga membawanya ke jalur karier militer, dengan masuk ke TNI AD.
Meski sudah menjadi tentara, Devi tetap ikut bertanding dalam kompetisi Hapkido dan meraih prestasi. Dia juga menerima tawaran untuk menjadi bagian dari misi perdamaian PBB di Afrika Tengah sebagai bagian dari apresiasi atas prestasinya.
Devi pantang lupa akan masa lalunya dan jasa-jasa orang lain terhadap dirinya, terutama pamannya yang telah menjadi sosok orang tua bagi dirinya. Meskipun sudah tidak menjadi atlet, Devi tetap ingin berbakti dengan melanjutkan karir sebagai pelatih Hapkido untuk sosialisasi olahraga tersebut. Baginya, Hapkido telah mengubah hidupnya sehingga tidak mungkin untuk melupakan olahraga tersebut.