Penulis: Agus Baharudin
Pekan Olahraga Nasional (PON) bermula dari kegagalan Indonesia mengikuti Olimpiade Musim Panas XIV di London, Inggris, pada tahun 1948. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa Komite Olimpiade Internasional atau International Olympic Committee (IOC), sebagai pemilik event Olimpiade, belum mengakui Indonesia sebagai anggota.
Selain itu, tuan rumah penyelenggara Olimpiade XIV, yaitu Inggris, belum mengakui Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat. Inggris hanya mengizinkan atlet-atlet Indonesia hadir di London dengan syarat menggunakan paspor Belanda. Pada saat itu, Belanda masih mencoba untuk menguasai kembali atau menjajah Indonesia.
Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI), sebagai induk dari semua organisasi cabang olahraga di Indonesia pada saat itu, menolak persyaratan dari Inggris tersebut. PORI menegaskan bahwa atlet-atlet Indonesia hanya akan hadir di London dengan menggunakan paspor Indonesia, yang sudah merdeka dan berdaulat.
PORI, yang didirikan di Surakarta (Solo) setahun setelah kemerdekaan Indonesia, kemudian mengadakan pertemuan di Solo pada tanggal 1 Mei 1948. Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan untuk menyelenggarakan pekan olahraga nasional, seperti yang pernah dilakukan oleh Ikatan Sport Indonesia (ISI) di Solo pada tahun 1938, saat masih di bawah penjajahan Belanda.
Selain itu, disepakati pula bahwa Solo akan menjadi tuan rumah untuk Pekan Olahraga Nasional pertama, yang kemudian dikenal sebagai PON I, pada tanggal 9-12 September 1948. Tanggal 9 September ini kemudian dijadikan sebagai Hari Olahraga Nasional yang diperingati setiap tahun.
Alasan pemilihan Solo sebagai tuan rumah PON I adalah karena kota tersebut memiliki Stadion Sriwedari dan kolam renang. Fasilitas tersebut dianggap memenuhi syarat dasar untuk menyelenggarakan PON pada waktu itu. Stadion Sriwedari dianggap sebagai stadion terbaik di Indonesia.
PON kemudian diadakan dari waktu ke waktu hingga PON XXI yang saat ini sedang berlangsung di Aceh dan Sumatera Utara. Selama penyelenggaraan PON, Jakarta merupakan provinsi yang meraih jumlah medali terbanyak atau juara umum, yaitu pada tahun 1957, 1969, 1973, 1977, 1981, 1985, 1989, 1993, 1996, 2004, 2012 (sebelas kali). Juara umum kedua adalah Jawa Barat, yang meraih gelar lima kali, pada tahun 1951, 1953, 1961, 2016, dan 2021. Juara umum ketiga adalah Jawa Timur (dua kali), pada tahun 2000 dan 2008. Sedangkan Jawa Tengah, yang menjadi tuan rumah PON I, meraih jumlah medali terbanyak keempat saat acara tersebut digelar di Solo.
Bagaimana dengan pencapaian Sumatera Utara dan Aceh di PON? Kedua provinsi ini belum pernah menjadi juara umum selama 20 penyelenggaraan PON. Sumatera Utara, yang menjadi tuan rumah PON III pada tahun 1953, saat itu menempati peringkat ketiga dalam perolehan medali (9 emas, 5 perak, 4 perunggu). Juara umum pada saat itu adalah Provinsi Jawa Barat (24 emas, 12 perak, 14 perunggu).