Anggota DPD RI Filep Wamafma mengingatkan masyarakat hukum adat Sumuri agar mengetahui dengan jelas kompensasi dari cost recovery atau dana pemulihan, untuk pemanfaatan tanah ulayat di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat.
“Saya terkejut jika asal dananya akan diperhitungkan sebagai cost recovery,” katanya.
Filep menanggapi kompensasi atas pemanfaatan tanah ulayat masyarakat sebesar Rp136 miliar, yang diserahkan oleh Bupati Teluk Bintuni Petrus Kasihiw.
“Besar jumlah dana itu tidak boleh menutup mata dan sikap kritis masyarakat. Oleh karena itu, kita harus telusuri dari mana asal dana kompensasinya,” katanya.
Informasi yang diterima Filep menyebutkan bahwa sumber dana kompensasi berasal dari Genting Oil (GOKPL) yang kemudian akan diperhitungkan dalam cost recovery.
“Saya terkejut jika asal dananya akan diperhitungkan sebagai cost recovery,” ujarnya.
Filep menjelaskan bahwa cost recovery merupakan pengganti biaya produksi yang termasuk biaya eksplorasi, pengembangan lapangan, dan operasi yang dikeluarkan kontrak bagi hasil.
“Jika hal ini dipahami, secara tidak langsung publik seolah-olah dibohongi karena dana tersebut adalah uang yang ‘dipinjamkan’, dan nanti juga dipotong oleh dana bagi hasil (DBH) minyak dan gas, yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemda Bintuni,” katanya.
Menurut Filep, jika mekanisme tersebut terus berlanjut, perusahaan akan lebih diuntungkan. Ia menegaskan bahwa perusahaan gas lebih dimanjakan dengan aturan, namun merugikan pemerintah dan daerah.
“Cost recovery selalu bermasalah, karena negara sering kali menanggung beban cost recovery yang membengkak, sehingga jatah minyak dan gas menurun drastis, padahal tingginya cost recovery ini biasanya disebabkan karena inefisiensi perusahaan,” jelasnya.
Filep menyatakan bahwa jika mekanisme ini terus berjalan, DBH Migas akan menyusut dan Pemda tidak akan mendapatkan apa pun, termasuk masyarakat adat.
Pasal 20 Perda Kabupaten Bintuni Nomor 1 Tahun 2019, sudah menegaskan bahwa pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan secara adil dan berkelanjutan, menghormati masyarakat hukum adat, memperhatikan hak-haknya, serta memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat hukum adat beserta lingkungannya.
Artikel ini ditulis oleh Fauzi dan disunting oleh Agus Setiawan.