Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI siap mengikuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menerima 44 dari 297 kasus Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2024.
Anggota KPU RI Idham Holik menyatakan bahwa keputusan MK terkait Pileg 2024 bersifat final dan mengikat sejak diucapkan.
“Tentu KPU akan melaksanakan apa yang menjadi amar putusan MK atas PHPU DPD untuk dapil Sumatera Barat dan dalam waktu dekat KPU akan mengumpulkan KPU-KPU daerah yang menjadi lokus dari amar putusan PHPU Legislatif 2024 untuk memberikan arahan teknis agar putusan MK tersebut dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya,” kata Idham.
Dia menilai pelaksanaan keputusan MK tidak akan mengganggu persiapan Pilkada Serentak 2024, karena KPU terbiasa bekerja secara simultan.
“KPU dan KPU daerah sudah terbiasa dengan kesimultanan atau keserentakan tahapan, misalnya pada saat penerimaan bakal calon perseorangan KPU di daerah juga melakukan tahapan rekrutmen badan ad hoc dan memulai tahapan pemutakhiran daftar pemilih dengan melakukan sinkronisasi DP4 dan DPT terakhir,” katanya.
Idham menegaskan bahwa hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan. KPU dan KPU daerah berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga integritas elektoral.
Ia juga mencatat bahwa jumlah kasus yang diterima MK meningkat dibanding Pileg 2019, hal ini disebabkan oleh konteks yang berbeda antara Pemilu 2019 dan 2024.
Sebagai informasi, MK telah memutuskan 106 kasus PHPU Pileg 2024. Sidang pembacaan putusan dilaksanakan pada tanggal 6,7, dan 10 Juni 2024.
MK menerima 44 kasus dan menolak 58 kasus PHPU Pileg 2024. Total kasus yang didaftarkan ke MK adalah 297 kasus.
Dari 44 kasus yang diterima, MK memberikan berbagai keputusan, seperti pemungutan suara ulang (PSU), penghitungan suara ulang, rekapitulasi suara ulang, atau penetapan hasil pileg berdasarkan temuan MK.
Ada tiga kasus yang penarikannya diterima dan satu kasus tidak dapat diterima.
Jumlah 44 kasus yang diterima meningkat tiga kali lipat atau sekitar 14,81 persen dibandingkan dengan tahun 2019. Saat PHPU Pileg 2019, MK hanya menerima 12 dari 261 kasus yang didaftarkan, sekitar 4,59 persen.
Penulis: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Edy M Yakub
Hak cipta © ANTARA 2024