Saat ini, ribuan buku akademik berkualitas itu disimpan dengan rapi di UII, Sudut Salim Said, Perpustakaan Pusat dan pasti akan bermanfaat secara akademis
Jakarta (ANTARA) – Profesor Salim Said telah meninggal dunia dan dimakamkan siang tadi. Saya (Didik J Rachbini) sebagai sahabat dekat almarhum ingin menyampaikan catatan atas kepergiannya. Kesadaran intelektualnya yang tinggi, terutama dalam politik, membuat saya melihat beliau sebagai maestro intelektual dalam politik militer. Beliau juga membantu dalam promosi program warisan buku ke kampus dari para akademisi senior lainnya ke kampus Paramadina.
Pertama, yang perlu dicatat tentang Salim Said adalah kesadaran intelektualnya yang tinggi dan ketekunan dalam bidangnya: politik militer dan politik secara umum.
Meskipun Salim Said dikenal sebagai penulis film dan wartawan, kesadarannya dalam politik militer terus berkembang, sementara bidang perfilman sudah ditinggalkan atau dikurangi ketika beliau menekuni disertasi PhD dan seterusnya.
Meskipun tidak mengikuti tren intelektual terkini, beliau memiliki pengetahuan yang mendalam dan detail tentang politik militer. Pengetahuan ini didapat dari riset kualitatif mendalam dan wawancara investigatif. Hal ini menjadi ciri khas dari gaya Majalah Tempo.
Kedua, kesadaran politik yang kuat, terutama dalam menganalisis politik Indonesia dengan mempertimbangkan posisi ideologi yang berkembang sejak Orde Lama: kelompok kiri, nasionalis, dan Islam.
Salah satu contohnya adalah diskusi pribadi tentang Islam, yang terkait dengan pemikiran Cak Nur, “Islam Yes, Partai Islam No” di masa lalu. Menurutnya, pemikiran Cak Nur membuka jalan bagi warga Muslim di Indonesia untuk aktif dalam politik tanpa harus terpaku pada partai Islam.
Salim Said sangat menghargai buku-buku akademik yang menjadi harta karun baginya. Beliau memiliki ribuan buku yang tidak terakomodasi di rumah yang luas. Buku-buku ini dikumpulkan selama puluhan tahun dari berbagai perjalanan dan seminar ke luar negeri.
Pada akhir tahun 2022, Salim Said berbicara denganku mengenai kekhawatirannya atas buku-bukunya. Beliau menyadari bahwa buku-buku tersebut tidak memiliki pewaris, maka beliau meminta konsultasi agar buku-buku tersebut bisa bermanfaat bagi siapa saja.
Kini, ribuan buku akademik tersebut disimpan dengan rapi di UII, Sudut Salim Said, Perpustakaan Pusat, dan pasti akan bermanfaat secara akademis.
Saya berharap para akademisi senior yang memiliki koleksi buku yang banyak dapat meniru Salim Said. Universitas Paramadina sudah memiliki program di mana akademisi senior dapat mewariskan buku-bukunya untuk menjadi kekayaan universitas.
Salim Said kecewa dengan tunjangan pensiun yang sangat kecil yang tidak manusiawi. Beliau berharap saya dapat membantunya menjadi penasihat perusahaan media agar nilai jurnalisme di media tersebut memiliki bobot, dan juga untuk bisa membeli obat bagi sakitnya.
Itulah perjalanan seorang maestro intelektual, yang saya anggap sebagai sosok hebat, detail, dan mendalam pengetahuannya tentang politik militer di Indonesia, bahkan di negara lain.
*) Didik J Rachbini, sahabat Salim Said
Pewarta: Didik J Rachbini
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024