Perlu Aturan Perilaku bagi Pejabat Petahana untuk Menjaga Netralitas, Menurut Akademisi

Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan bahwa aturan pemilu tentang perilaku pejabat petahana perlu diperjelas sebagai solusi jangka pendek untuk menjaga kualitas dan netralitas pemilu.

Menurut Meutia, aturan tersebut perlu diperjelas demi menjaga kualitas dan netralitas pemilu dan demokrasi di masa mendatang. Pendapat ini disampaikannya sebagai tanggapan terhadap pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 yang menyatakan bahwa dukungan Presiden terhadap pasangan calon tertentu dapat dianggap bermasalah secara etik.

Untuk solusi jangka panjang, Meutia menekankan pentingnya perubahan dalam tataran kesadaran moral untuk menghindari praktik kecurangan dan korupsi dalam kehidupan sehari-hari. Dia juga menyoroti perlunya perubahan budaya yang cenderung toleran terhadap praktik korupsi atau kecurangan agar karakter budaya Indonesia bisa menjadi lebih baik di masa depan.

MK juga menyarankan agar presiden dan pejabat petahana dapat menahan diri dari tindakan yang dapat diasosiasikan sebagai dukungan bagi salah satu kandidat atau pasangan calon dalam pemilu. Meskipun hal ini merupakan ranah moralitas, etika, atau fatsun, MK menegaskan bahwa perubahan paradigma mengenai netralitas kekuasaan eksekutif perlu dilakukan untuk mewujudkan pemilihan umum yang jujur dan adil.

MK akhirnya menolak seluruh permohonan yang diajukan oleh calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar serta Ganjar Pranowo-Mahfud Md dalam perkara PHPU Pilpres 2024.

Source link