Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]
Saya mengenal Pak Ketut Wirdana pada saat beliau menjadi komandan Brigade saya. Yaitu Komandan Brigade Infanteri 17/ KOSTRAD dengan pangkat Kolonel. Beliau lulusan Akmil tahun 1966 dan mantan Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 502. Salah satu Batalyon terbaik TNI. Beliau terkenal sebagai orang lapangan.
Sebagaimana komandan lapangan pada umumnya, pembawaan beliau sangat percaya diri, relaks, humoris, tidak protokoler, dan familiar terhadap anak buah. Saya ingat pada suatu saat dia datang berkunjung ke batalyon saya di Cilodong. Beliau tiba tepat pukul 12.00 WIB siang.
Kami berbincang-bincang di kantor saya sampai waktu apel siang pukul 13.45 WIB tiba. Trompet apel siang pun berbunyi. Hingga sampai pukul 14.00 WIB, dia melihat ke lapangan dan menyaksikan tidak ada pasukan yang melaksanakan apel siang. Beliau pun bertanya apakah kompi saya tidak melaksanakan apel siang.
Saya menjelaskan ke beliau bahwa saya membebaskan apel siang kepada anak buah dengan pertimbangan bahwa kompi ini telah melaksanakan kegiatan fisik. Satu kompi telah melaksanakan latihan cross country. Satu kompi lagi habis melaksanakan latihan taktik. Bahkan satu kompi lagi masih berada di lapangan tembak. Satu per satu saya jelaskan kompi-kompi saya. Semua punya kegiatan fisik yang memakan waktu dan tenaga Kemudian menjelaskan kepada beliau bahwa saya ingin memberikan waktu dan tindakan yang efisien kepada anak buah. Saya bebaskan mereka apel siang sehingga mereka bisa memanfaatkan waktu untuk mencuci pakaian, sepatu, membersihkan senjata dan yang tidak kalah penting juga adalah istirahat. Saya justru mengizinkan prajurit saya untuk tidur siang.
Namun saya juga menekankan ke beliau bahwa sebentar lagi, tepatnya pukul 15.50 WIB, pasukan saya akan melaksanakan kegiatan sore. Mereka akan melanjutkan kegiatan-kegiatan yang berbeda. Ada yang berlari, maraton, bela diri, bermain basket, voli dan termasuk melanjutkan latihan menembak di lapangan tembak. Pukul 15.50 WIB, lapangan-lapangan batalyon sudah penuh. Prajurit melaksanakan kegiatan masing-masing. Tidak ada yang tidak memiliki kegiatan.
Saya sampaikan kepada beliau bahwa dengan memberikan waktu tambahan kepada prajurit, mereka segar kembali, stamina pulih sehingga mereka semakin giat menjalankan latihan. Hampir setiap kejuaraan, batalyon saya menang. Demikian juga setiap operasi, selalu unggul.
Karena berdasarkan buku yang saya baca dan pengalaman, seorang prajurit pasukan tempur paling tidak suka bertele-tele. Mereka ingin menerapkan efisiensi waktu dan tenaga. Mereka juga tidak senang komandan berbicara terlalu lama.
Karena itu saya biasanya kumpulkan mereka di ruangan atau di bawah pohon yang teduh dalam keadaan duduk. Saya juga tidak suka memimpin upacara lama-lama. Karena saya bukan mau memberikan sesanti saja. Tapi bagaimana praktik di lapangan.
Akhirnya saya mengambil kesimpulan bahwa prajurit yang bersemangat, berprestasi dan berdedikasi kepada kesatuan, pimpinan, negara itu tidak memiliki banyak permintaan. Mereka hanya ingin dihormati dan waktu tidak disia-siakan.
Pak Ketut puas dengan penjelasan saya. Dia telah diberitahu bahwa saya terlalu lemah dengan anak buah saya. Dia termasuk di antara mereka yang mempertanyakan kebijakan saya. Namun, setelah menyaksikan situasi dan mendengar dari saya secara langsung, dia bisa mengerti mengapa saya melakukannya.
Ia membiarkan saya melanjutkan kebijakan mengizinkan pasukan saya untuk punya lebih banyak waktu untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka. Bagi saya, merawat seragam, senapan, sepatu boots, memperbaiki kaus kaki, semuanya sangat penting bagi mereka. Juga kebutuhan akan tidur siang – kini telah dibuktikan oleh banyak ahli di seluruh dunia, tidur siang dapat menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi, semangat kerja yang lebih tinggi, dan kinerja yang lebih baik. Itu sebabnya saya melanjutkan kebijakan saya, dan Pak Ketut mendukung saya sepenuhnya. Meski banyak saingan saya yang mempertanyakan, Pak Ketut tidak pernah lagi mempertanyakan kebijakan saya.
Ia membiarkan saya melanjutkan kebijakan mengizinkan pasukan saya untuk punya lebih banyak waktu untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka. Bagi saya, merawat seragam, senapan, sepatu boots, memperbaiki kaus kaki, semuanya sangat penting bagi mereka. Juga kebutuhan akan tidur siang – kini telah dibuktikan oleh banyak ahli di seluruh dunia, tidur siang dapat menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi, semangat kerja yang lebih tinggi, dan kinerja yang lebih baik. Itu sebabnya saya melanjutkan kebijakan saya, dan Pak Ketut mendukung saya sepenuhnya. Meski banyak saingan saya yang mempertanyakan, Pak Ketut tidak pernah lagi mempertanyakan kebijakan saya.
Karena itulah saya terkesan dengan Pak Ketut. Beliau merupakan komandan yang bijaksana. Beliau bersedia mendengar penjelasan dan mengayomi anak buah. Karena memang kebijakan yang diambil anak buah tersebut masuk akal.
Memang banyak orang yang menjelekkan saya. Bagi saya hal itu biasa. Karena setiap orang ingin membuat inovasi, pasti banyak yang menentang. Itu pengalaman hidup saya. Tapi saya bersyukur selalu dilindungi komandan-komandan yang baik, salah satunya Pak Ketut.
Source: https://prabowosubianto.com/kepemimpinan-mayor-jenderal-tni-purn-i-ketut-wirdhana/